Sebelumnya…
Frosty telah mengetahui apa yang dilakukan Boy. Frosty bersiap melancarkan serangannya. Tapi, karena rasa kasihannya pada Feefle, dia menunda serangannya.
Selanjutnya….
“Boy!!!” bentak Frosty sambil mendobrak kamar Boy yang tidak dikunci.
Boy kaget. Jantungnya seolah berhenti tiba-tiba.
“Kamu apakan kertas ini?!”
“Bukan aku! Itu kelakuan Jaya!” Boy mengelak.
“Jangan nyalahin orang! Kamu yang terakhir masuk kamarku kan?!”
“Ah!” Boy bingung mau membantah apa.
“Iya kan? Kamu kan yang ngelakuin semua ini?!” Frosty semakin seram saja.
Pertengkaran mereka terdengar oleh penghuni rumah lainnya. Segera, Ima menarik Frosty keluar kamar. Frosty mencoba melepaskan diri. Tapi cengkeraman Ima sangat kuat.
“Hei! Sudah malam! Selesaikan masalahnya besok pagi saja!” teriak Mya. Sepertinya dia merasa terganggu.
Frosty menepis tangan Ima. Mendengus kesal sambil menghentakkan kakinya. Berjalan ke kamarnya. Sampai di kamar, dia membanting pintu kamarnya.
Semua bubar. Boy menunduk. Merasa bersalah. Dia tahu dirinya salah. Lelaki itu masuk ke kamarnya. Menguncinya. Lalu dia membaringkan dirinya di kasur. Menatap langit-langit kamar. Melamun.
Lamunannya berakhir ketika dia mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya. Boy mempersilahkan pengetuk pintu itu masuk. Ternyata itu Master. Master mendekati Boy, kemudian duduk di pinggir kasur. Memulai dialog.
“Apa yang terjadi, Boy?” tanya Master ramah.
Boy menceritakan kejadian itu sepenuhnya. Jujur.
“Mmm…. Besok pagi, kamu dan Frosty datang ke ruanganku. Okay?”
Boy mengangguk.
“Baiklah. Selamat malam!” kata Master sambil beranjak pergi.
Pagi pun datang.
Kini Frosty dan Boy duduk di hadapan Master. Mereka tidak saling bicara. Sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga Master memulai.
“Boy! Ceritakan semuanya dengan jujur!” perintah Master.
Boy menceritakannya.
“Sekarang, Frosty! Ceritakan semuanya padaku dengan jujur!”
Frosty menceritakannya.
“Hmm…. Kalian ini… Boy, seharusnya kau tidak se kepo itu. Kenapa juga kau selalu membuat kesal Frosty? Jangan diulangi, Boy.” kata Master bijaksana.
Boy mengangguk.
“Frosty… Kau anak tertua di rumah ini. Biasanya kau penyabar dan tidak pemarah. Mmmm… Aku mengerti. Kamu sangat kesal. Tapi maafkanlah Boy. Dia memang punya rasa tahu yang tinggi. Sudahlah…”
Frosty menunduk.
“Kalian itu saudara. Pertemanan kalian sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Kalian harus saling menyayangi. Saling melindungi. Saling bekerja sama. Ingat itu!”
Keduanya mengangguk.
“Sekarang, ulurkan tangan kalian…”
Tanpa diperintah, Frosty dan Boy bermaafan dan saling berpelukan. Mereka sudah rukun kembali :).
‘Apa kalian jadi memeriksakan Feefle ke dokter?’