Bukan Anak Romawi

Assalamu ‘alaikum semua..

Ketemu lagi setelah beribu purnama kita tak berjumpa.. (Lebay, emang berapa bulan?)

Sudahlah. Nggak jelas.

Kali ini, aku mau sedikit menceritakan seorang sahabat Rasul yang termasuk golongan awal masuk Islam. 

Kenapa disini judulnya “Bukan Anak Romawi” ?

Nah, sebelumnya aku kasih tau dulu kalau sahabat yang akan kita bahas bernama Shuhaib bin Sinan dengan tambahan julukannya, Ar-Rumi.

Kenapa aku bilang julukannya ‘Ar-Rumi’ ?

Itulah mengapa aku kasih judul bahasan ini dengan “Bukan Anak Romawi”.

Oke. Setelah basa-basi yang cukup panjang, mari kita masuk ke cerita.

Beberapa tahun sebelum kenabian, kota Ubullah dipimpin oleh Sinan bin Malik An-Numairi. Saat itu, Ubullah adalah bagian dari wilayah kekuasaan Persia. Sinan bin Malik ini memiliki beberapa anak. Dan anak yang paling ia cintai adalah seorang bocah yang belum genap berumur lima tahun bernama Shuhaib. Shuhaib -sesuai namanya- memiliki rambut yang pirang (dalam bahasa arab).

Singkat cerita, ibu Shuhaib membawanya bersama beberapa pengawal ke sebuah kampung bernama Ats-Tsani. Namun malang, sekelompok pasukan Romawi menyerang kampung itu. Pengawal yang mengiringi Shuhaib dan Ibunya dibunuh. Harta penduduk kampung dirampas, dan kaum wanita serta anak-anak ditawan. Shuhaib, termasuk yang tertawan oleh pasukan Romawi itu.

Selanjutnya, sebagaimana seorang tawanan, ia dijual sebagai budak di negeri Romawi. Berpindah dari satu majikan ke ke majikan yang lainnya. Dan tentu. Kehidupan di negeri Romawi berbeda dengan kehidupannya di Ubullah. Karena itulah, perilaku dan logatnya telah menyerupai orang Romawi. Walaupun begitu, ia tak pernah lupa kalau dirinya adalah anak Arab. Ia adalah orang Arab. Meskipun sekarang, ia sudah hampir melupakan bahasa ibunya, alias bahasa Arab. Karena itulah, orang-orang memanggilnya dengan ‘Ar-Rumi’ yang berarti ‘berkebangsaan Romawi’.

Satu kali, Allah menakdirkan Shuhaib mendengar tentang seorang Nabi yang akan muncul di Makkah. Ketika mendengar kabar itu, Shuhaib berencana kabur. Dan akhirnya apada suatu hari, ia berhasil kabur dari tuannya dan pergi ke Makkah. Di Makkah, ia tinggal disana di atas jaminan Abdullah bin Jud’an. 

Shuhaib mulai menerjuni bidang perniagaan, sehingga ia mendapatkan harta yang banyak dari penghasilannya.

Hingga suatu hari, Makkah dihebohkan dengan kabar kenabian Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga ajaran yang beliau serukan. Inilah yang dari dulu ditunggu-tunggu oleh Shuhaib Ar-Rumi. Ia segera pergi ke rumah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam. Ketika ia akan masuk menemui Rasulullah, ia berpapasan dengan ‘Ammar bin Yasir. Rupanya, mereka memiliki maksud kedatangan yang sama. Maka mereka berdua masuk menemui Rasulullah, mengucapkan dua kalimat syahadat dan berbaiat masuk Islam.

Keislamannya dan orang-orang yang telah ber-islam bersamanya terdengar oleh kafir Quraisy. Shuhaib pun ikut merasakan siksaan dari kafir Quraisy bersama Khabbab bin Al-Art, Yasir, ‘Ammar bin Yasir, Bilal bin Rabah, puluhan orang mukmin lainnya. Shuhaib Ar-Rumi menghadapi siksaan dengan sabar, karena ia tahu kalau surga itu memang dikelilingi oleh perkara-perkara yang sulit.

Tibalah saat dimana kaum muslimin Mekkah diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah. Shuhaib bertekad menyusul Abu Bakar dan Rasulullah. Namun, kafir Quraisy terus mengawasi gerak-geriknya. Dan niatnya untuk berhijrah itu terendus oleh mereka. Tak bisa Shuhaib lepas dari pantauan mereka kecuali dengan jalan tipu muslihat.

Shuhaib pun melakukan tipu muslihat yang sudah ia rencanakan, dan berhasil kabur dari kafir Quraisy. Namun begitu, kafir Quraisy mengetahui kaburnya Shuhaib dan segera mengejarnya. Shuhaib yang merasa dirinya terkejar, mencari tempat tinggi dan menyiapkan busurnya seraya berkata,

“Wahai orang-orang Quraisy! Kalian sudah tahu bahwa aku ini termasuk ahli panah diantara kalian. Bidikanku selalu tepat. Demi Allah, kalian tidak akan bisa mendekatiku sampai aku membunuh kalaian satu persatu dengan anak panahku ini. Kemudian aku akan menebas kalian dengan pedangku selama di tanganku masih ada senjata”.

Orang-orang Quraisy tidak akan membiarkan Shuhaib lari membawa harta dan raganya. Mereka mengatakan, bahawa dahulu Shuhaib datang kpd mereka dalam keadaan miskin, kemudian ia menjadi kaya sampai seperti sekarang.

Shuhaib berkata, “Bagaimana jika aku menyerahkan hartaku. Apakah kalian membiarkanku pergi?”. Orang-orang Quraisy meyetujui usulan itu. Maka Shuhaib menunjukkan tempat hartanya disimpan. Kemudian, orang-orang Quraisy itu membiarkannya pergi.

Sesampainya di Quba, Rasulullah tersenyum menyambut kedatangannya. Lalu bersabda, “Jual beli yang menguntungkan wahai Abu Yahya.. “. Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali. Ya. Jibril telah mengabarkan kepada Rasulullah tentang perilaku Shuhaib yang menyerahkan hartanya demi agar bisa berhijrah. Surat Al-Baqarah ayat 207 turun berkaitan dengan perilaku Shuhaib itu. Yang artinya,

“Dan diantara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.”.

Shuhaib Ar-Rumi terus membersamai Rasulullah di Madinah. Menimba ilmu sebanyak-banyaknya dari Sang Nabi.

Di masa ke-khalifahan Umar bin Al-Khaththab, menjelang wafatnya sang Amirul Mukminin, Umar memilih enam sahabat Rasul utk bermusyawarah. Menentukan khalifah setelah dirinya. Karena luka Umar yang parah, tentu Umar tak bisa menjadi imam shalat badi kaum Muslimin. Selama musyawarah pemilihan, Umar menunujuk Shuhaib utk menjadi imam shalat bagi kaum muslimin. Sampai khalifah yang akan menggantikan Umar telah disepakati.

Pada tahun 38 H, Shuhaib Ar-Rumi menghembuskan nafas terakhirnya di kota Madinah. Dan kemudian dimakamkan di Baqi’.

Keberuntungan bagimu, wahai Abu Yahya, wahai Shuhaib bin Sinan Ar-Rumi. Namamu akan terus diingat dan diceritakan hingga hari ini. Semoga Allah membalasmu dengan sebaik-baik balasan, dan menempatkanmu di sebaik-sebaik tempat di sisiNya. Aaamiiin…

Dan semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah singkat sahabat ini. Semoga bermanfaat. Dan untuk mengetahui kisah Shuhaib Ar-Rumi lebih lengkap, perbanyak baca buku sirah!

Sekian, mohon maaf bila ada salah atau kurang, and wassalam…

~Dragon Azul

NB : Meringkas dari kisah Shuhaib Ar-Rumi dalam buku “Mereka Adalah Para Shahabat” terbitan At-Tibyan, halaman 157-161.

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *