Ya… Nggak kayak biasanya. Ini aku cerita dengan bahasa yang sangat-sangat amburadul… Jadi anggap aja kita ngobrol bareng, okey…
Sebelum itu, sadar nggak sih. Kalau akhir-akhir ini, aku suka bikin bahasan tentang sahabat Rasul radhiyallahu ‘anhum? Nah, itu bukan tanpa asal-usul.
Cerita ini dimulai dari suatu hari di PPISF, ketika pada akhirnya Ustadzah memberi kami musyahadah alias nonton bareng di malam jum’at. Tentu, Ustadzah tak sembarangan memilih film yang akan kita tonton. Berhubung saat itu kami sedang mempelajari kisah hidup ‘Umar bin Al-Khaththab, akhirnya Ustadzah memberi kami tontonan yaitu film Omar. Ya… Buat yang sering nonton drama kolosal berbahasa Arab, mungkin film ini sudah tak asing lagi di telinga kalian. Film yang selalu tayang di televisi warga Indonesia ketika Ramadhan tiba, khususnya di MNCTV. Betul nggak?
Sekilas info, film drama kolosal ini sebenarnya sudah tayang sejak tahun 2013. Menceritakan tentang seorang pemuda bernama ‘Umar bin Al-Khaththab yang akhirnya menjadi seorang pemimpin besar, yang mana di bawah kepemimpinannya, negeri-negeri Persia dan Romawi takluk dengan izin Allah.
Film ini terdiri dari 30 episode. Kalau endingnya dipisah, jadi 31 episode. Satu episode nya berdurasi kurang lebih 40 menit. Seringnya, aku sebut film ini dengan “Omar MBC”. Kalau kalian buka profilku di web ini, pasti ketemu nama film ini. Yap. Ini juga masuk salah satu film yang aku suka.
Waktu nobar (nonton bareng) di pondok, awalnya aku sudah nebak kalau Ustadzah akan kasih film ini buat tontonan. Sebelum mondok, aku pernah lihat beberapa cuplikan dari film itu.
Malam jum’at itu, kita memulai nonton dari episode pertama. Kalau malam jum’at, biasanya dapat 2 episode. Tapi kalau misalnya Ustadzah ada acara di luar dan kita dikasih nonton, bisa nonton dari jam delapan pagi sampai jam sebelas siang. Dan dapat kurang lebih 3-4 episode.
Sejak kita dikasih nobar Omar ini, ada perubahan besar yang aku lihat di pondokku.
Biasanya, setiap malam kamis, ada seorang Ustadzah yang memberi kita ‘kisah pengantar tidur’.Biasanya sih, tentang sahabat Rasul. Nah, sejak nobar itu, aku lihat kita jadi semakin antusias mengikuti kisah malam kamis itu.
Aku sendiri, memang dari dulu suka kisah-kisah. Apalagi kisah para sahabat Rasul. Awalnya, aku sempat terpikir untuk membawa buku tentang para sahabat ke pondok. Tapi aku nggak pede karena takut bukunya nggak terbaca. Sejak aku melihat perubahan setelah nobar itu, aku jadi pede mau bawa buku tentang para shahabah ke pondok. Malah setelah itu, bukuku sering dipinjam. Kadang aku kesal juga karena bukuku terus-terusan dipinjam.
“Tapi alhamdulillah lho. Sejak musyahadah Omar, kita jadi suka mendalami kisah para shahabah. Ini suatu perubahan yang baik! Masya Allah.. Ustadzah berhasil ‘mengubah’ pikiran kita. Kita jadi lebih meng-idolakan beliau-beliau (para sahabat) daripada oppa-oppa, misalnya….”kata seorang teman suatu hari. Ketika aku mengeluh padanya karena bukuku yang masih baru gres -ceritanya barusan beli, terus dipaketin ke pondokku- langsung jadi pinjaman banyak santriwati lain.
Sekarang, ada dua buku sahabat yang aku bawa ke pondok. Dan alhamdulillah, menjadi bacaan banyak santriwati lain.
Selain itu, sejak nobar Omar, lughoh alias bahasa Arab keseharian kita menjadi lebih bervariasi. Sambil nonton, kita juga mengambil kosakata-kosakata bahasa Arab baru dari film tsb. Oh ya, kita nontonnya pake subtitle Indonesia lho ya…
Satu perubahan yang paling aku suka, adalah berubahnya tokoh-tokoh nggak jelas yang kita idolakan, berubah kita, menjadi meng-idolakan para shahabah. Yang jelas beliau-beliau ini sudah dijamin surga.
Kita jadi lebih suka mendalami kisah para shahabah. Serta mengambil hikmah dari jalan hidup mrk.
“Aku nge-fans sama ‘Abdullah bin ‘Umar!” kata seorang temanku usai nobar malam jum’at.
“Uwaaa! ‘Umar!!!!!” sorak temanku yang nge-fans sama ‘Umar bin Al-Khaththab. Kalau ‘Umar nongol di layar, pasti antusias banget.
“Uwaaa!!!!Al-Qa’qa’!!!!” sorak beberapa anak Furusiyah ketika Al-Qa’qa’ bin ‘Amr nongol di layar untuk yang pertama kalinya.
“Jandal!!!” sorak kami ketika Abu Jandal bin Suhail tampil.
Ya… Begitulah. Kalau aku ditanya adegan yang paling menyedihkan dan pas adegan itu aku nangis yang bener-bener nangis, aku jawab ; waktu adegan sebelum, saat, dan sesudah perang Yamamah. Beberapa gambar utama di beberapa artikelku baru-baru ini mengambil dari adegan-adegan di film Omar. Saking terobsesinya aku… Hahahaha…
“Fis, mau duduk dimana?” tanya Haarisi Ruumiy.
“Biasa, di belakang.” jawabku.
“Yuk.” ajaknya.
Itu sedikit dialog yang sering aku lakukan dengan temanku (Haarisi Ruumiy) sebelum nobar.
Kalau aku sih, paling heboh kalau lihat Al-Qa’qa’ bin ‘Amr tampil. Sampai aku terkenal sebagai santriwati yang nge fans sama Al-Qa’qa’ bin ‘Amr. Pernah aku ditanya-tanya tentang idolaku itu (haseeeek…) ketika aku sedang ngopi di math’am. Aku mencium-cium nih, kalau aku lagi digodain. Haha…
Ada pula yang nge fans ama salah satu shahabah misalnya. Terus ketika namanya disebut, pendengarannya langsung tajam. Kalau aku ada di dekat orangnya, aku ngelirik ke arah dia. Lihat gimana reaksi dia.
Satu shahabah, yang semua santriwati se pondok nge-fans ama beliau. Namanya, Khalid bin Al-Walid. Kalau dia nongol, nunjukin aksi, wah… Ramenya kita!!!!!
Yang paling aku inget, waktu adegan Al-Qa’qa’ terjun ke medan Qadisiyah. Aku heboh nggak jelas (pengen ngakak ngingetnya)… Temen-temen se-kelasku noleh ke aku.
“Naf.. Naf..” goda mereka.
Aku hanya diam. Fokus merhatiin Al-Qa’qa’.
Huahahahaha!!!
Pengen ngakak mengingat itu semua.
Yah… Aku kangen nobar lagi. Beberapa hari sebelum perpulangan Ramadhan ini, kita menyelesaikan nobar serial Omar ini. Adegan-adegan dari film itu masih terbayang-bayang di benakku. Aku..
Kagum.
Kisah para shahabah memang menakjubkan.
Itu sebabnya, akhir-akhir ini aku sering nulis artikel tentang para shahabah. Doakan aja.. Semoga aku bisa menjadi pakar sejarah Islam. Juga menerbitkan satu buku yang sekarang aku sudah bikin-bikin sampulnya. Hehehe… Doakan juga, semoga dalam waktu dekat, aku bisa menerbitkan buku, yang aku tulis karena terinspirasi dari kisah para shahabah dan film Omar ini…. Salah satu yang aku berniat untuk aku tulis, berjudul… Janji Tanah Persi (semoga beneran bisa terbit! Aaamiin!).
Terakhir, nih aku kasih adegan-adegan atau beberapa scene dari film tersebut. Tapi warning, ini cuma ilustrasi para shahabah!
Tutup dulu ya… Subhanakallahumma wa bihamdika, asyhadu alla ilaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilayk….
Wassalam.
~Dragon Azul
Beberapa scene dari serial Omar (ingat, hanya ilustrasi para shahabah!)
Ketika Al-Qa’qa’ bin ‘Amr, Sa’d bin Abi Waqqash, dan Salman Al-Farisi memandang ke Istana Putih.
Sesaat sebelum perang Jisr.
Khalid bin Al-Walid memimpin tentara muslim di perang Yamamah.
Abu Jandal bin Suhail menangis mengenang mendiang kakaknya, ‘Abdullah bin Suhail, yang syahid di perang Yamamah. Di adegan ini, aku udah berkaca-kaca.
Abu Jandal bin Suhail dan ‘Abdullah bin Suhail sedang menjalani hukuman dari ayah mereka, Suhail bin ‘Amr, karena diketahui memeluk Islam (saat itu Suhail bin ‘Amr belum masuk Islam). Kalau ingat adegan ini, aku pengen nangis.
Ketika ‘Abdullah bin Suhail terbunuh di perang Yamamah. Waktu adegan ini, aku njerit plus nangis.
Sesaat sebelum perang Yamamah, ‘Umar bin Al-Khaththab berpelukan dengan kakaknya, Zaid bin Al-Khaththab, sebagai perpisahan. Di adegan ini, aku nangis…
Khalid bin Al-Walid memantau pasukan muslimin sebelum perang Yamamah.
Khalid bin Al-Walid dan Al-Qa’qa’ bin ‘Amr menyerang pasukan Persia.
Sama… Dua jagoanku… Khalid bin Al-Walid dan Al-Qa’qa’ bin ‘Amr waktu lagi ngejar pasukan Persia. Gambar ini sempat aku jadikan wallpaper google ku.. Wkwkwk..
Ini waktu Al-Qa’qa’ bin ‘Amr barusan nongol. Beberapa dari anak Furusiyah heboh! Termasuk aku… Hehe.
Sebelum ‘Abdullah bin Suhail pergi berhijrah ke Habasyah. Disini, aku udah mulai baper-baper gimana gitu.
Sebelum ‘Umar bin Al-Khaththab meninggal, dan ‘Abdullah, anaknya, setia menemani di sampingnya. Disini aku juga baper.
Buat yang mau nonton lengkap dan nggak kuat sama adegan bunuh-bunuhan atau main senjata, baiknya kamu pikir-pikir dulu sebelum nonton film ini. Oh ya. Kalian nggak cukup belajar sejarah dan percaya sepenuhnya kisah dari adegan-adegan di film itu. Butuh banyak membaca dan belajar tentang kisah-kisah para shahabah. Karena nggak semua adegan di film itu benar-benar ada dalam kisah.
Syukron.