Siang itu, tahun, dimana teknologi sudah sangat maju. Dimana-mana robot.
Namun bagaimanapun, tidak ada yang bisa menghalangi takdir. Walaupun kota itu sudah sangat maju, bangunan bernama panti asuhan masih ada di pinggirannya. Tentu, dengan fasilitas yang lebih maju. Anak-anak yang tinggal disana tidak gaptek. Satu-satunya perbedaan mereka dengan orang-orang kota adalah ; tiadanya keluarga di sisi mereka. Pengurus panti asuhan dan teman-teman senasib adalah satu-satunya ‘keluarga’ yang ada di samping mereka.
Gadis umur 14 tahun itu sibuk dengan kertas dan pensilnya. Ia tak peduli dengan rambut kemerahannya yang sedikit menutup wajahnya. Tatapannya serius. Di sampingnya, berlembar-lembar kertas bergambar sketsa naga bersayap tertumpuk di sampingnya.
Ya. Gadis itu bernama Reiki. Ia memang dikenal diantara teman-teman se-panti-nya karena terobsesinya ia dengan naga biru bersayap. Selalu ia berkhayal dapat menunggangi naga biru miliknya. Terbang di atas gedung-gedung kota. Karakter naga yang selalu ia gambar dinamainya “Nozomi”. Naga biru bersayap yang bisa menyemburkan listrik berwarna kebiruan.
“Reiki! Ayo makan!” ajak teman se-ranjangnya, Lunar.
Reiki belum juga beranjak dari kasurnya (ranjang atas. Mereka memakai ranjang susun dengan model seperti ). Membuat Lunar kepo dengan kegiatan temannya itu. Ia sempatkan untuk melirik Reiki. Baru saja Lunar mendekati Reiki, Reiki langsung membalik gambarannya dan membereskan peralatannya. Tanpa berkata apapun, Reiki turun dari ranjangnya. Meninggalkan Lunar yang masih diam di tempatnya.
Merasa Lunar tidak bergerak, Reiki yang sudah berjalan 10 meter dari temannya itu berhenti. Ia sempatkan menoleh ke temannya.
“Katanya makan?…” kata Reiki. Membuat Lunar tersadar dari lamunannya.
~~~~~~~~~
Usai makan siang.
Tak seperti biasanya. Kali ini Reiki tidak melanjutkan gambarannya. Ia lebih memilih bersantai di dekat jendela. Mengamati kegiatan warga perkotaan. Pikirannya tak lepas dari Nozomi. Sambil memandangi mobil canggih berlalu lalang, khayalannya melangit. Tanpa sadar, dirinya melamun.
“Reiki…” panggil seorang laki-laki berumur 17 tahun.
Reiki tak bergeming. Pemuda itu mendekati Reiki. Menjentikkan jari di hadapan gadis itu. Membuat khayalan Reiki buyar. Gadis itu menggeram. Merasa ‘perenungannya’ terganggu. Pemuda itu malah tertawa.
“Apa yang kau lakukan, Gadis Naga Biru?” goda pemuda tsb.
Reiki mendengus. Kembali menikmati pemandangan kota. Gadis Naga Biru adalah julukan untuknya. Ia mendapat julukan itu dari teman-teman se-pantinya karena ia terkenal dengan karakter Nozomi-nya.
Tanpa disuruh, pemuda itu duduk di samping Reiki. Membuat Reiki semakin tidak nyaman. Namun ia pura-pura tidak merasakan kehadiran laki-laki itu.
“Mendung ya?…” tanya pemuda itu. Mencoba mencairkan suasana.
“Kakak maunya apa sih?!” Reiki mulai malas dengan ocehan kakaknya.
Pemuda 17 tahun itu, tak lain adalah kakak kandung Reiki, Kenzo. Ia sengaja mendatangi Reiki saat Reiki sedang melamun sendirian seperti ini. Bisa saja, adiknya itu sedang membutuhkan kehadirannya. Walau seringnya Reiki akan berlaku dingin ketika dirinya mendatanginya, tapi akhirnya, tanpa sadar Reiki akan mencurahkan isi hatinya.
Kenzo tertawa kecil. Selalu begini. Tapi nanti juga begitu. Batinnya.
Hening.
“Kenzo…” akhirnya Reiki buka mulut.
“Hm?”.
“Bagaimana dengan proyekmu?”.
“Aku mulai membuat rangkanya di basement.” jawab Kenzo sambil memeluk kedua kakinya. Matanya masih memperhatikan langit yang mengelabu.
Reiki tersenyum.
“Kutunggu hasilnya, Pemuda Buaya Emas..” kali ini Reiki menggoda.
Kalau Reiki masyhur dengan julukan “Gadis Naga Biru”, Kenzo, masyhur dengan julukan “Pemuda Buaya Emas”. Dijuluki begitu, karena ia selalu mengatakan bahwa ia akan membuat sebuah robot buaya emas. Dan kini, ia sedang memulai rencananya. Seperti Reiki, dulu ia juga sering menggambar karakter buaya emas. Karakter itu ia namai “Mashin”. Tak jarang, kakak-beradik itu membanggakan karakternya masing-masing.
Hujan mulai turun. Hawa menjadi sejuk. Jalanan perlahan menjadi sepi. Reiki beranjak dari tempat duduknya. Mengambil dua minuman hangat, kemudian kembali ke tempat duduknya. Salah satu dari minuman yang dibawanya ia sodorkan kepada kakaknya.
“Oh iya. Tadi aku nemu ini di kotak perkakasku….” ujar Kenzo sambil mengeluarkan dua benda kecil dari saku bajunya. Salah satunya ia berikan kepada Reiki.
Reiki mengamati benda itu. Bentuknya seperti alat bantu dengar. Kenzo menginstruksikan agar Reiki meletakkan benda itu di telinga kanan. Reiki melakukannya. Kenzo juga memasang benda itu di telinga kanannya. Ketika benda itu sudah terpasang, lampu kecil di benda itu menyala. Milik Kenzo menyala keemasan, sedangkan milik Reiki menyala kebiruan.
Dan, hal luar biasa terjadi. Reiki melongo.
“Aku baru ingat. Ini adalah salah satu warisan Ayah dan Ibu, Earchip..” jelas Kenzo.
“Ini.. Luar biasa! Ayah dan Ibu yang membuat benda ini?” Reiki masih takjub.
Kenzo mengangguk. Dalam hati, ia juga mengagumi benda ciptaan kedua orang tuanya itu.
Hujan turun semakin deras. Kebanyakan anak panti lain sedang bersantai. Menikmati hujan. Kenzo dan Reiki masih saja asyik membicarakan Earchip yang sedang mereka pakai tsb.
Tiba-tiba, suatu ide terbesit dalam pikiran Reiki. Dengan Earchip warisan kedua orang tuanya, ia akan berusaha ‘merealisasikan khayalannya’.
“Earchip ini, bisa ngapain aja, ya?” Reiki asyik memainkan Earchipnya.
To be continue….
~Dragon Azul